Jakarta, bisnissumsel.com –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk memitigasi risiko pangan. Bantuan ini akan diberikan sekaligus Rp 600 ribu pada Februari 2024.
“BLT mitigasi pangan apakah masih dibutuhkan? Saya sampaikan bahwa inflasi volatile food itu nilainya masih 6,73% year on year,” kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta Pusat (30/1/2024).
Sri Mulyani menekankan bahwa bansos seperti BLT adalah instrumen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diatur dalam Undang-Undang (UU). Keberadaannya dibahas bersama seluruh fraksi partai politik di DPR RI.
“Sehingga kalau pemerintah menggunakan APBN, itu adalah uang anggaran pendapatan dan belanja negara, di mana sumbernya disetujui oleh DPR, penggunaannya juga disetujui DPR,” ucapnya.
“Ini semuanya sudah ada dalam APBN, sudah menjadi program, silakan karena ini dalam kontestasi politik dipresentasikan dalam konteks pelaksanaan APBN,” tambahnya.
Selain itu, dukungan Kementerian Keuangan untuk menjaga inflasi komponen harga pangan bergejolak dilakukan dengan memberikan insentif fiskal kepada daerah yang berhasil mengendalikan harga.
“Mereka yang inflasinya rendah secara konsisten diberikan reward dan itu dilakukan setiap tiga bulan. Ini menyebabkan daerah-daerah memiliki awareness terhadap faktor-faktor yang berkontribusi terhadap inflasi terutama dari sisi distribusi logistik maupun dari sisi komoditas,” jelas SriMulyani.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah memiliki domain dalam melakukan intervensi terhadap harga pangan bergejolak alias volatile food. Dia mengatakan, Kementerian Dalam Negeri juga melakukan rapat mingguan dengan para kepala daerah untuk membahas inflasi volatile food. Upaya menjaga inflasi volatile food amat penting karena mempengaruhi langsung daya beli masyarakat.
“Kami akan terus rumuskan langkah-langkah sesuai yang tadi saya sampaikan, APBN sebagai shock absorber dalam rangka menjaga daya beli masyarakat terutama dalam momentum pertumbuhan ekonomi global melemah kita harus melindungi dari sisi domestik,” kata Sri Mulyani.
Anggaran BLT Rp 11,25 T
Sri Mulyani mengatakan anggaran untuk program ini mencapai Rp 11,25 triliun dengan target 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pencairan akan dilakukan sekaligus pada Februari 2024 sebesar Rp 600 ribu.
“Kalau untuk 3 bulan itu Rp 11,25 (triliun) untuk 18,8 juta KPM, untuk periode Januari-Februari-Maret. (Cair Februari) 3 bulan sekaligus,” kata Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (29/1).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan anggaran program tersebut berasal dari APBN. Terkait asal posnya akan dicarikan.
“Sebagian besar sudah ada di APBN, tetapi ini memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global,” kata Febrio.
Febrio menjelaskan selama beberapa tahun terakhir APBN didesain sebagai shock absorber untuk menjaga ekonomi dan melindungi masyarakat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global. Dengan kata lain bagaimana caranya APBN bisa memenuhi kebutuhan anggaran yang sudah ada maupun yang sifatnya mendadak.
“Tentunya kita akan carikan dan itu APBN akan tetap bisa fleksibel dan ini memang tentunya bagian dari strategi kita untuk mengelola APBN itu fleksibel,” ucap Febrio.
“Jadi memang kita selalu siapkan seperti beberapa tahun terakhir kita selalu menggunakan shock absorber, kalau ada kebutuhan di masyarakat yang disebabkan oleh gejolak yang kita lihat terjadi di pasar global misalnya, APBN-nya bisa tetap siap,” tambahnya.
(aid/ara/detik)
