Turis China Tertipu Preloved Hermes di Thailand, Rp 754 Juta Raib

54
Turis China tertipu tas preloved hermes di Thailand Foto: (Tangkapan Layar)

Bangkok, bisnissumsel.com –

Seorang turis China ditipu habis-habisan saat belanja di Thailand. Ia kehilangan Rp 754 juta karena tas preloved Hermes.

Dilansir dari Khaosod English pada Sabtu (13/1/2023), Deng adalah warga negara China yang tinggal di Singapura bersama suaminya. Memiliki suami pengusaha, Deng kerap jalan-jalan ke luar negeri dengan waktu yang cukup lama.

Oktober lalu, Deng menghabiskan liburan di Thailand. Ia kemudian melihat iklan preloved tas kulit buaya dengan merk Hermes di Instagram. Karena tertarik, ia pun mencari tahu reputasi toko itu.

Selidik punya selidik, toko itu dikenal sebagai pusat perbelanjaan barang bekas terkenal di Ratchaprasong, Thailand. Deng merasa mantap untuk membeli barang di sana.

Ia kemudian bertransaksi dan dikenakan biaya Baht 1,4 juta atau sekitar Rp 754 juta untuk tas tersebut. Harga tas kulit buaya Hermes memang terkenal sangat mahal dan sangat sulit didapat. Deng merasa beruntung bisa mendapatkannya.

Suatu hari, Deng berinisiatif untuk mengirimkan tas tersebut ke Catch Fake Brandname (TFC), sebuah lembaga barang mewah Thailand untuk autentikasi keaslian barang. Deng dibuat kaget dengan hasil pengecekan.

Ternyata, tas yang ia beli adalah palsu. Tanpa tedeng aling-aling, Deng langsung menghubungi penjual dan meracau. Ia ingin mengembalikan tas tersebut.

Namun, si penjual menolak. Alasannya, tas tersebut sudah bukan tanggung jawabnya.

Sebelum pulang ke Singapura, Deng menginstruksikan perwakilan firma hukum untuk mengajukan pengaduan ke Kantor Polisi Lumpini. Perwakilan firma hukum kemudian mendatangi toko tersebut bersama polisi.

Yang bikin kesal, si penjual menawarkan pengembalian hanya sebesar 980.000 bath. Deng tak mau menerima kesepakatan itu, ia merasa dirugikan.

Turis itu kemudian memanggil sejumlah media untuk membahas masalah ini. Deng prihatin jika kejadian menimpa turis lain.

“Saya ingin meminta para pemimpin negara untuk membantu dalam masalah ini. Saya khawatir wisatawan yang mengalami hal serupa dengan saya mungkin takut datang ke Thailand untuk berwisata dan berbelanja,” kata Deng melalui seorang penerjemah.

Kasus ini masih terus berjalan, karena Deng kesulitan menemukan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak wisatawan.

(bnl/fem/detik)