Inflasi Turki Tembus 67%, Harga Makanan Meroket!

41
Ilustrasi.Foto: Getty Images/iStockphoto/selimaksan

Jakarta, bisnissumsel.com –

Turki mencatatkan inflasi tahunan tembus hingga 67,07% per Februari 2024. Angka ini menjadi rekor tertingginya selama 15 bulan terakhir dengan laju kenaikan yang lebih cepat dari perkiraan.

Dilansir dari CNBC Internasional, Senin (4/3/2024), Institut Statistik Turki menyatakan bahwa angka tersebut jauh di atas ekspektasi. Adapun sebelumnya, hasil survei Reuters kepada para analis memperkirakan inflasi tahunan akan naik menjadi 65,7% pada bulan lalu.

Sektor gabungan hotel, kafe, dan restoran mengalami kenaikan inflasi harga tahunan terbesar sebesar 94,78%. Diikuti oleh pendidikan sebesar 91,84%, sedangkan tingkat kesehatan mencapai 81,25% dan transportasi sebesar 77,98%.

Tidak hanya itu, harga konsumen untuk makanan dan minuman non-alkohol melonjak 71,12% di bulan Februari secara tahunan (year-on-year/yoy), serta mencatatkan kenaikan bulanan yang sangat besar hingga 8,25%. Sementara tingkat perubahan bulanan inflasi negara dari Januari ke Februari adalah 4,53%.

Angka-angka kuat tersebut memicu kekhawatiran bahwa bank sentral Turki mungkin harus kembali melakukan pengetatan. Padahal, bulan lalu bank tersebut telah mengindikasikan bahwa siklus kenaikan suku bunga selama delapan bulan berturut-turut telah berakhir.

“Kenaikan inflasi Turki yang lebih kuat dari perkiraan menjadi 67,1% yoy di bulan Februari menambah kekhawatiran kami mengingat hal ini terjadi karena peningkatan besar inflasi di bulan Januari dan kuatnya pertumbuhan belanja rumah tangga di Kuartal IV,” tulis ekonom senior pasar negara berkembang di Capital Economics Liam Peach, dalam sebuah catatan penelitian.

Liam mengatakan, tekanan harga inti terus meningkat. Apabila kondisi ini terus berlanjut, kemungkinan akan dimulai kembali siklus pengetatan bank sentral dalam beberapa bulan mendatang.

Di sisi lain, beberapa analis memperkirakan inflasi akan turun hingga sekitar 35% pada akhir tahun 2024 ini. Namun Capital Economics, memperingatkan bahwa angka-angka baru ini menunjukkan tekanan inflasi masih sangat kuat. Proses disinflasi pun telah mengalami kemunduran pada awal tahun ini.

Respons Menkeu Turki

Sementara dikutip dari Reuters, Menteri Keuangan (Menkeu) Turki Mehmet Simsek mengatakan, inflasi negara tersebut akan tetap tinggi pada paruh pertama tahun ini karena efek dasar dan dampak kenaikan suku bunga yang tertunda. Namun angka tersebut akan turun pada 12 bulan mendatang.

Inflasi yang tinggi secara terus-menerus dipicu oleh melemahnya mata uang Turki, lira, yang berada pada rekor terendah terhadap dolar. Lira diperdagangkan pada 31,43 pada tengah hari waktu setempat pada hari Senin. Lira telah kehilangan 40% nilainya terhadap dolar pada tahun lalu, dan 82,6% dalam lima tahun terakhir.

“Jelas angka inflasi mengecewakan pagi ini,” kata ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management, Timothy Ash, dalam sebuah catatan.

Ash mengatakan, Bank sentral Turki telah mencoba mengurangi perlindungan rekening deposito terkait valas dan kebutuhan untuk membangun kembali cadangan devisa. Menurutnya, kondisi ini memberikan tekanan pada lira sehingga menciptakan dampak inflasi.

Para analis mencatat, para pengambil kebijakan di Turki ingin menghindari kenaikan suku bunga, terutama menjelang pemilu lokal pada tanggal 31 Maret. Namun kenaikan inflasi yang terus-menerus dapat memaksa mereka kembali menaikkan suku bunga setelah pemungutan suara.

Adapun Suku bunga utama Turki saat ini berada di angka 45%. Besaran tersebut menyusul kenaikan kumulatif sebesar 3.650 basis poin sejak Mei 2023.

“Mudah-mudahan efek periode dasar yang menguntungkan akan mulai menciptakan siklus yang lebih baik mulai pertengahan tahun. CBRT mungkin perlu menaikkan suku bunga kebijakannya lebih lanjut setelah pemilu lokal,” tulis Ash.

(shc/hns/detik)